Kesesatan Perspektif
Bicara tentang perspektif selalu menarik, ini bukan masalah usia atau
tingkat pendidikan seseorang, tapi pilihan untuk menempatkan diri dalam
berpikir dan merespon. Bagaimana mungkin kita ada dalam lingkungan yang
luas dengan berbagai cara pandang orang dalam berpikir, berucap dan
bertindak, lalu kita menggunakan perspektif pribadi kita yang terbentuk
dengan berbagai pengalaman hidup dan sistem nilai yang dianut oleh kita,
keluarga kita, agama kita, atau bahkan komunitas kita, digunakan untuk
menilai bahkan menghakimi orang lain yang tidak memiliki pengalaman
hidup dan sistem nilai yang sama, betapa teganya diri kita, itu terlihat
seperti kita terbiasa makan dengan sendok garpu lalu menghakimi dengan
mengatakan “jorok” pada mereka yang makan dengan tangan. Padahal bagi
mereka yang makan dengan tangan, itu merupakan “alat makan” paling
steril karena cuma digunakan oleh dia dan mungkin buat nyuapain orang2
yang disayang, dibanding dengan sendok makan di warung atau restoran
yang sudah digunakan oleh ratusan bahkan ribuan orang dan ribuan kali.
Kembali pada perspektif, saya masih menemukan begitu banyak orang yang menilai orang lain berdasarkan perspektif yang dibangun atas sistem nilai yang dianut, bahkan menggunakan itu untuk menghakimi sebuah tindakan. Saya selalu menikmati apa yang ramai dibicarakan orang dalam status2 fesbuk, atau seorang yang mungkin kurang kerjaan sering mengupdate status bbm yang membuat seakan akan recent updates itu hanya milik dia, berusaha memahami apa yang seseorang lakukan berdasarkan sistem nilai yang dianut oleh orang itu, oohh dia memang kepoh, ooohh dia mungkin dia baru punya bb, ooh dia memang gitu koq, skip sajalah, kalau memang terganggu dengan apa yang dia lakukan, kita tinggal unfrenz atau delcon, sesederhana itu. Saya juga masih menemukan beberapa orang yang “tersesat” di dunia maya karena mengungkapkan ketidaknyamanan mereka akan status teman2nya yang fokus diskusi tema yang itu2 saja, tentang pilpres misalnya. Heyyyy gaishhh, ini dunia maya, dunia sosial media, yang begitu banyak ketidakjelasan ada disini, bukan hanya topik, tapi orang2nya juga banyak gak jelas, ada cowok pake foto profil cewek, ada yang ngaku kuliah di harvard padahal kuliah di Unitomo kampus saya :) , ada yang copas status bijak dari blog orang lain lalu mencitrakan dirinya seolah-olah pemuda paling bijak dalam friendlist kita, semuanya ada disini. Mengeluhkan kebisingan informasi di dunia maya apalagi dunia sosmed itu sama saja dengan kita keluar ke jalan2 raya di kota dan berharap tidak bising, atau makan di warteg2 manado dan berharap tidak pedas, ini memang dunia yang bising, saat kita ada di dunia ini harusnya kita sudah siap untuk memaklumi kebisingan yang akan terjadi. Saya pernah berkicau d twiter @febrianto_24 (maaf sekalian promosi he2) supaya mereka yg terganggu dgn "kebisingan" ini silahkan matikan paket data dan bermain tetris, itu fungsi smartphone diciptakan tanpa aplikasi sosmed.
Dalam buku panduan penulisan akademik fisipol UGM dikatakan bahwa salah satu poin vital dalam penulisan akademik adalah argumen, dan prinsip argumen yang pertama adalah harus kontroversi, saya belajar berpikiran positif saat seseorang memposting suatu hipotesa yang kontroversi, atau memberi suatu argumen (yang juga kontroversi) terhadap sebuah link berita, oohh anggap saja dia sedang latihan membuat suatu tulisan akademik yang baik hehehe...., masuk dalam area itu (topik dan argumen kontroversi) dan berdebat, sampai urat leher putus juga gak akan ketemu ujungnya, karena memang pada dasarnya perspektif kita berbeda.
Selamat datang di dunia penuh kesesatan, tapi jangan sampai anda tersesat, atau disesatkan oleh perspektif anda sendiri...
*FAB 18/7/2014
Kembali pada perspektif, saya masih menemukan begitu banyak orang yang menilai orang lain berdasarkan perspektif yang dibangun atas sistem nilai yang dianut, bahkan menggunakan itu untuk menghakimi sebuah tindakan. Saya selalu menikmati apa yang ramai dibicarakan orang dalam status2 fesbuk, atau seorang yang mungkin kurang kerjaan sering mengupdate status bbm yang membuat seakan akan recent updates itu hanya milik dia, berusaha memahami apa yang seseorang lakukan berdasarkan sistem nilai yang dianut oleh orang itu, oohh dia memang kepoh, ooohh dia mungkin dia baru punya bb, ooh dia memang gitu koq, skip sajalah, kalau memang terganggu dengan apa yang dia lakukan, kita tinggal unfrenz atau delcon, sesederhana itu. Saya juga masih menemukan beberapa orang yang “tersesat” di dunia maya karena mengungkapkan ketidaknyamanan mereka akan status teman2nya yang fokus diskusi tema yang itu2 saja, tentang pilpres misalnya. Heyyyy gaishhh, ini dunia maya, dunia sosial media, yang begitu banyak ketidakjelasan ada disini, bukan hanya topik, tapi orang2nya juga banyak gak jelas, ada cowok pake foto profil cewek, ada yang ngaku kuliah di harvard padahal kuliah di Unitomo kampus saya :) , ada yang copas status bijak dari blog orang lain lalu mencitrakan dirinya seolah-olah pemuda paling bijak dalam friendlist kita, semuanya ada disini. Mengeluhkan kebisingan informasi di dunia maya apalagi dunia sosmed itu sama saja dengan kita keluar ke jalan2 raya di kota dan berharap tidak bising, atau makan di warteg2 manado dan berharap tidak pedas, ini memang dunia yang bising, saat kita ada di dunia ini harusnya kita sudah siap untuk memaklumi kebisingan yang akan terjadi. Saya pernah berkicau d twiter @febrianto_24 (maaf sekalian promosi he2) supaya mereka yg terganggu dgn "kebisingan" ini silahkan matikan paket data dan bermain tetris, itu fungsi smartphone diciptakan tanpa aplikasi sosmed.
Dalam buku panduan penulisan akademik fisipol UGM dikatakan bahwa salah satu poin vital dalam penulisan akademik adalah argumen, dan prinsip argumen yang pertama adalah harus kontroversi, saya belajar berpikiran positif saat seseorang memposting suatu hipotesa yang kontroversi, atau memberi suatu argumen (yang juga kontroversi) terhadap sebuah link berita, oohh anggap saja dia sedang latihan membuat suatu tulisan akademik yang baik hehehe...., masuk dalam area itu (topik dan argumen kontroversi) dan berdebat, sampai urat leher putus juga gak akan ketemu ujungnya, karena memang pada dasarnya perspektif kita berbeda.
Selamat datang di dunia penuh kesesatan, tapi jangan sampai anda tersesat, atau disesatkan oleh perspektif anda sendiri...
*FAB 18/7/2014